Kamis, 11 April 2013

Guru Killer = Guru Profesional ?!



“ Eh, kamu di ajar nggak sama Bu A ?! Orangnya galak banget, sedikit-sedikit tugas, suka marah-marah. Pokoknya serem banget deh !!”,……………dst. Mungkin seperti itulah kira-kira salah satu diantara sekian banyak komentar yang sering dilontarkan oleh para pelajar terhadap guru-guru yang bagi mereka termasuk kategori “ Enggak Banget “. Mereka seakan – akan anti dengan model - model guru seperti itu. Atau mungkin lebih kasarnya, tidak ada ruang di dalam hati mereka terhadap guru tersebut.
Memang pada dasarnya ada beberapa jenis karakter guru yang memang klasik sekali dan tidak lekang dimakan zaman, dalam artian sampai sekarang masih sering dijumpai di sekolah-sekolah. Dari karakter-karakter tadi ada beberapa yang tidak disukai siswa dan masuk kategori “ Enggak Banget “, seperti guru killer, guru cuek, guru, centil, guru militer, dll. Diantara guru-guru tersebut yang paling terkenal dikalangan para pelajar adalah guru killer. Secara umum seorang guru yang mereka sebut killer yaitu yang memiliki sifat suka marah-marah, terlalu disiplin/terlalu serius dalam mengajar, suka memberi tugas, senang melakukan ujian mendadak dan biasanya jarang tersenyum ( LifeStyle Gaul : Tipe-tipe Guru yang Tak Lekang Waktu ). Seorang guru yang termasuk guru killer cenderung jauh dari siswanya. Di mata mereka guru killer adalah guru yang kejam, tidak pengertian, menakutkan,dll.
Sebenarnya persepsi mereka mengenai guru killer tidaklah sepenuhnya salah. Memang pada kenyataannya ciri-ciri/karakter seorang guru yang mereka anggap sebagai guru killer adalah seperti apa yang telah di ungkapkan di atas. Tetapi ada hal-hal tertentu yang tidak/kurang mereka pahami dari sosok seorang guru killer. Bisa jadi mereka marah, mereka memberi hukuman tugas, karena memang siswa tersebut telah melakukan kesalahan. Seandainya jika dikaji satu persatu dengan cermat, banyak dari sifat guru killer yang sebenarnya positif bagi siswa. Seperti, sifat suka marah-marah ; secara logika tidak mungkin seorang guru akan marah pada siswanya tanpa alasan yang jelas dan tidak masuk akal, kecuali kalau memang gurunya agak error. Tapi hal tersebut jarang sekali terjadi dan kalaupun seperti itu sebaiknya dilaporkan saja ke Kepala Sekolah. Kembali ke sifat suka marah – marah tadi, secara tidak langsung melatih/menyadarkan siswa untuk lebih menghargai dan menghormati orang lain.Sifat yang terlalu serius/disiplin dalam mengajar ; suatu hal yang wajar bahkan pada keadaan tertentu sifatnya wajib. Misalnya membantu sekolah mengawasi siswa untuk mematuhi tata tertib yang berlaku, lebih disiplin (seragam, model rambut, dll). Selain itu tidak membiarkan siswa berbicara sendiri ketika pelajaran berlangsung, mungkin dengan memberikan pertanyaan pada siswa tadi, bukanlah suatu tindakan yang kejam. Dalam hal ini mereka dilatih untuk lebih bertanggung jawab atas apa yang menjadi kewajiban mereka sebagai seorang pelajar, yaitu belajar/menuntut ilmu. Senang memberikan tugas ; untuk hal ini mungkin sebagian siswa menganggap sangatlah berat tapi di sisi lain dengan adanya tugas siswa akan terlatih untuk memecahkan suatu permasalahan. Selain itu dengan adanya tugas maka paling tidak mereka menyempatkan diri untuk belajar meskipun dengan ‘terpaksa’. Tetapi tentunya diharapkan nantinya akan muncul kesadaran dari siswa tadi untuk belajar. Sifat yang berikutnya yaitu senang melakukan ujian mendadak; bagi siswa yang terbiasa belajar ‘SKS’ ( Sistem Kebut Semalam ), maka akan merasa paling tersiksa, karena mereka cenderung tidak akan siap dengan “ serangan mendadak tersebut “. Oleh karena itu, ujian mendadak memang perlu sekali-kali dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru. Di samping itu, dengan adanya ujian mendadak diharapkan cara belajar yang belum benar dan cenderung merugikan seperti ‘ SKS ‘ bisa dihilangkan. Kemudian untuk pembawaan guru killer yang jarang tersenyum, kalau untuk masalah ini mungkin memang sudah dari sananya/kebiasaan. Tapi entah suatu kebetulan atau tidak, kebanyakan guru yang dikenal killer oleh siswanya memang memiliki sifat seperti itu.
Jadi sebenarnya guru killer tidaklah seburuk yang banyak pelajar pikirkan/bayangkan. Hanya saja mungkin karena tindakan seorang guru yang terlalu tegas, terlalu disiplin, sering di salah artikan oleh siswa. Kemungkinan besar siswa menganggap seorang guru adalah killer karena mereka belum terbiasa dengan cara mengajar dari guru tadi, atau dengan kata lain apa yang mereka alami adalah pengalaman yang pertama. Sehingga dengan mudah mereka menilai bahwa guru tersebut termasuk killer. Meskipun lama kelamaan mereka akan terbiasa, tidak menutup kemungkinan mereka akan tetap merasa tidak suka dengan guru tadi. Akibatnya guru yang dianggap killer tadi walaupun tidak bermaksud menjauh, tetapi secara perlahan tapi pasti akan “ dikucilkan ” oleh siswanya sendiri. Dan hal tersebut tentunya akan mengganggu komunikasi diantara kedua belah pihak, termasuk mengganggu kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Seorang siswa yang sudah menjudge gurunya sebagai guru killer cenderung lebih sulit/sukar menerima dan menyerap materi pelajaran yang diberikan, karena sebelumnya dia sudah bersikap anti pati pada guru tadi. Dan tentunya hal tersebut akan merugikan diri siswa itu sendiri.
Tetapi anehnya di hampir semua sekolah ada saja guru yang dianggap killer oleh siswanya, dari zaman kakak-kakak kita bahkan sampai sekarang. Guru killer memang guru yang tidak ada matinya, tidak lekang dimakan zaman. Dan meskipun banyak yang tidak suka tapi ternyata banyak juga yang merasa kehilangan jika sudah berpisah. Atau bisa juga dibilang guru killer adalah guru favorit dambaan siswa di bawah alam sadar mereka.
Sedangkan kemungkinan, apakah guru killer termasuk guru professional ? terlebih dahulu harus ditinjau dari penjelasan mengenai yang dimaksud dengan guru professional berikut ini

Guru Profesional
Menurut Poedjinoegroho E, Baskoro dalam artikelnya yang berjudul Guru Profesional Adakah ?, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan guru professional yaitu, guru yang mengenal bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Dalam hal ini guru dituntut untuk mencari tahu terus menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik bukan mendiamkan atau malahan menyalahkannya. Selain itu disebutkan juga kalau sekolah merupakan medan belajar, yaitu medan yang menyenangkan bukan menyiksa apalagi mengancam dan persoalan belajar adalah persoalan hati dan budi. Bisa kita artikan bahwa antara guru dan peserta didik ada rasa saling memiliki, saling bertanggung jawab, saling menghargai, saling menghormati, dan saling mendukung, seperti hubungan orang tua dan anak.
Sedangkan menurut Surakhmad, Winarno dalam artikel Profesionalisme Dunia Pendidikan, disebutkan bahwa guru itu sudah sebuah profesi. Sebagai profesi diperlukan berbagai syarat dan hal itu tidak begitu sukar dipahami, dan dipenuhi, kalau saja setiap guru memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimana ia dapat melakukannya dengan sebaik mungkin sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Maksudnya seorang guru bisa disebut professional dia tahu apa, mengapa, dan bagaimana menjadi professional dan semakin professional.
Selain itu, kriteria guru professional berdasarkan UU Guru ( UU RI No.14 Tahun 2005 ) dan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 adalah bagi mereka ( para guru ) yang memiliki empat macam kompetensi, antara lain : Kompetensi Pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik secara efektif dan efisien, mengenal dan memahami anak didik, menguasai pembelajaran strategi belajar mengajar dan evaluasi; Kompetensi Profesional, menguasai materi dan bidang studi beserta pengembangannya ( penelitian/eksperimen ); Kompetensi Personal, pengembangan diri/pribadi ( penguasaan IPTEK, bahasa, dll ); Kompetensi Sosial, mampu berinteraksi secara baik dengan yang berkaitan mengenai keprofesionalan dan personal, sesame guru, warga sekolah, masyarakat.
Jadi jika dilihat dari penjelasan di atas baik mengenai pengertian maupun kriteria/ciri-ciri dari guru professional, maka sebenarnya guru killer belum bisa disebut sebagai guru professional. Masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk menjadi seorang guru yang benar-benar professional. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa antara guru dan siswa hendaknya terjalin hubungan yang baik. Ketika siswa merasa kesulitan dalam belajar, akan jauh lebih baik jika tanpa dimintai tolong guru segera tanggap untuk bertanya apa kesulitan siswa tadi. Tapi mungkin hal ini cukup sulit untuk dilakukan , karena guru yang bersangkutan harus benar-benar mampu membaca ekspresi wajah dari siswa. Tetapi paling tidak/minimal ketika guru dimintai tolong siswanya dalam hal pelajaran khususnya, baik di dalam maupun di luar jam pelajaran dan selama itu tidak mengganggu, hendaknya guru senantiasa membantu dengan senang hati. Dengan begitu guru akan menjadi lebih dekat dan lebih mampu memahami siswanya ( termasuk kompetensi Pedagogik ). Dan hal tersebut belum bisa diterapkan oleh guru killer. Termasuk juga pengertian bahwa sekolah merupakan medan belajar yang menyenangkan bukan menyiksa apalagi mengancam. Seandainya ada guru killer di sekolah meskipun hanya satu orang, maka siswa yang “ beruntung “ di ajar oleh guru tadi kemungkinan akan beranggapan bahwa sekolah bukanlah medan belajar yang menyenangkan, tetapi menyiksa dan mengancam.
Tetapi pada dasarnya sudah cukup banyak prinsip/kepribadian dari seorang guru killer yang sudah sesuai dengan guru professional seperti sikap yang disiplin dan tegas dalam segala hal. Apalagi kebanyakan guru killer adalah mereka yang sudah berprofesi sebagai guru sejak lama, puluhan tahun. Mereka sudah banyak makan asam garam dan pahit manis kehidupan selama berprofesi sebagai guru  Tetapi mungkin “awal perkenalannya“ pada siswa yang agak salah. Bisa saja mereka menganggap anak sekarang sama dengan anak zaman dahulu, padahal tidak seperti itu kenyataannya. Seorang guru professional bukan hanya dituntut kedisiplinan dan ketegasan dalam mengajar, tetapi juga pengertian/pemahaman pada peserta didik. Sehingga nantinya diharapkan seorang guru tidak hanya menguasai materi bidang studinya tetapi juga menguasai dan memahami peserta didiknya, maka penguasaan strategi belajar mengajarnyapun akan lebih baik dan pada akhirnya akan berdampak pada prestasi siswa bahkan dirinya sendiri sebagai seorang guru. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan pengorbanan dan usaha yang cukup besar dari seorang guru, apalagi bagi mereka yang termasuk guru killer. Karena mereka, guru killer, cenderung keras kepala karena merasa “ lebih “ jika dibandingkan dengan yang lain (biasanya dialami guru killer golongan tua), sedangkan untuk guru yang terhitung masih baru tapi mengimagekan diri menjadi sosok guru killer biasanya mereka merasa lebih berwibawa ( ditakuti siswa ) jika berpredikat seperti itu. Oleh karena itu, mereka harus rela menyingkirkan ego yang hanya akan berdampak tidak baik bagi diri mereka sendiri maupun anak didiknya.
Kesimpulannya, akan jauh lebih baik menjadi guru professional yang “sebenarnya“ yaitu guru yang serba bisa ( fleksibel ), selain disiplin, tegas, tetapi juga pengertian dan dekat dengan anak didiknya. Seorang guru yang benar-benar mampu menempatkan dirinya dengan baik sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Maka guru seperti itulah yang akan selalu diingat oleh anak didik/siswa ( guru yang tidak lekang oleh waktu ), tentunya dengan memori yang positif ( baik hati, berwibawa, menyenangkan, dll ), bukan seorang guru yang diingat karena predikat/julukan yang diberikan anak didiknya ( guru killer, guru baik hati, guru centil, dll ). Beruntung jika predikat/julukan mereka baik, tetapi bagaimana dengan guru yang mendapat julukan jelek ?. Maka dari itu sebagai seorang guru atau mungkin yang masih calon guru, berusahalah menjadi guru professional yang didambakan siswa. Jangan berdasarkan pikiran/pendapat pribadi karena nantinya hanya akan bisa meraba-raba/membayangkan suatu kriteria yang belum tentu benar. Tetapi jadilah guru professional yang sesuai kenyataan.  
 (dari berbagai sumber n pikiran sendiri #2007)                

Tidak ada komentar:

Posting Komentar