“ Eh, kamu di ajar nggak sama Bu A ?! Orangnya galak banget,
sedikit-sedikit tugas, suka marah-marah. Pokoknya serem banget deh !!”,……………dst.
Mungkin seperti itulah kira-kira salah satu diantara sekian banyak komentar
yang sering dilontarkan oleh para pelajar terhadap guru-guru yang bagi mereka
termasuk kategori “ Enggak Banget “. Mereka seakan – akan anti dengan model -
model guru seperti itu. Atau mungkin lebih kasarnya, tidak ada ruang di dalam
hati mereka terhadap guru tersebut.
Memang pada dasarnya ada beberapa
jenis karakter guru yang memang klasik sekali dan tidak lekang dimakan zaman,
dalam artian sampai sekarang masih sering dijumpai di sekolah-sekolah. Dari karakter-karakter
tadi ada beberapa yang tidak disukai siswa dan masuk kategori “ Enggak Banget “,
seperti guru killer, guru cuek, guru,
centil, guru militer, dll. Diantara guru-guru tersebut yang paling terkenal
dikalangan para pelajar adalah guru killer.
Secara umum seorang guru yang mereka sebut killer
yaitu yang memiliki sifat suka marah-marah, terlalu disiplin/terlalu serius
dalam mengajar, suka memberi tugas, senang melakukan ujian mendadak dan
biasanya jarang tersenyum ( LifeStyle
Gaul : Tipe-tipe Guru yang Tak Lekang
Waktu ). Seorang guru yang termasuk guru killer cenderung jauh dari siswanya. Di mata mereka guru killer adalah guru yang kejam, tidak
pengertian, menakutkan,dll.
Sebenarnya persepsi mereka
mengenai guru killer tidaklah
sepenuhnya salah. Memang pada kenyataannya ciri-ciri/karakter seorang guru yang
mereka anggap sebagai guru killer
adalah seperti apa yang telah di ungkapkan di atas. Tetapi ada hal-hal tertentu
yang tidak/kurang mereka pahami dari sosok seorang guru killer. Bisa jadi mereka marah, mereka memberi hukuman tugas,
karena memang siswa tersebut telah melakukan kesalahan. Seandainya jika dikaji
satu persatu dengan cermat, banyak dari sifat guru killer yang sebenarnya positif bagi siswa. Seperti, sifat suka marah-marah ; secara logika
tidak mungkin seorang guru akan marah pada siswanya tanpa alasan yang jelas dan
tidak masuk akal, kecuali kalau memang gurunya agak error. Tapi hal tersebut jarang sekali terjadi dan kalaupun seperti
itu sebaiknya dilaporkan saja ke Kepala Sekolah. Kembali ke sifat suka marah –
marah tadi, secara tidak langsung melatih/menyadarkan siswa untuk lebih
menghargai dan menghormati orang lain.Sifat
yang terlalu serius/disiplin dalam mengajar ; suatu hal yang wajar bahkan
pada keadaan tertentu sifatnya wajib. Misalnya membantu sekolah mengawasi siswa
untuk mematuhi tata tertib yang berlaku, lebih disiplin (seragam, model rambut,
dll). Selain itu tidak membiarkan siswa berbicara sendiri ketika pelajaran
berlangsung, mungkin dengan memberikan pertanyaan pada siswa tadi, bukanlah
suatu tindakan yang kejam. Dalam hal ini mereka dilatih untuk lebih bertanggung
jawab atas apa yang menjadi kewajiban mereka sebagai seorang pelajar, yaitu
belajar/menuntut ilmu. Senang memberikan
tugas ; untuk hal ini mungkin sebagian siswa menganggap sangatlah berat
tapi di sisi lain dengan adanya tugas siswa akan terlatih untuk memecahkan
suatu permasalahan. Selain itu dengan adanya tugas maka paling tidak mereka
menyempatkan diri untuk belajar meskipun dengan ‘terpaksa’. Tetapi tentunya
diharapkan nantinya akan muncul kesadaran dari siswa tadi untuk belajar. Sifat
yang berikutnya yaitu senang melakukan
ujian mendadak; bagi siswa yang terbiasa belajar ‘SKS’ ( Sistem Kebut
Semalam ), maka akan merasa paling tersiksa, karena mereka cenderung tidak akan
siap dengan “ serangan mendadak tersebut “. Oleh karena itu, ujian mendadak
memang perlu sekali-kali dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan oleh guru. Di samping itu,
dengan adanya ujian mendadak diharapkan cara belajar yang belum benar dan
cenderung merugikan seperti ‘ SKS ‘ bisa dihilangkan. Kemudian untuk pembawaan
guru killer yang jarang tersenyum, kalau untuk masalah ini mungkin memang sudah dari
sananya/kebiasaan. Tapi entah suatu kebetulan atau tidak, kebanyakan guru yang
dikenal killer oleh siswanya memang
memiliki sifat seperti itu.
Jadi sebenarnya guru killer tidaklah seburuk yang banyak
pelajar pikirkan/bayangkan. Hanya saja mungkin karena tindakan seorang guru
yang terlalu tegas, terlalu disiplin, sering di salah artikan oleh siswa.
Kemungkinan besar siswa menganggap seorang guru adalah killer karena mereka belum terbiasa dengan cara mengajar dari guru
tadi, atau dengan kata lain apa yang mereka alami adalah pengalaman yang pertama.
Sehingga dengan mudah mereka menilai bahwa guru tersebut termasuk killer. Meskipun lama kelamaan mereka
akan terbiasa, tidak menutup kemungkinan mereka akan tetap merasa tidak suka
dengan guru tadi. Akibatnya guru yang dianggap killer tadi walaupun tidak bermaksud menjauh, tetapi secara
perlahan tapi pasti akan “ dikucilkan ” oleh siswanya sendiri. Dan hal tersebut
tentunya akan mengganggu komunikasi diantara kedua belah pihak, termasuk
mengganggu kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Seorang siswa
yang sudah menjudge gurunya sebagai
guru killer cenderung lebih
sulit/sukar menerima dan menyerap materi pelajaran yang diberikan, karena
sebelumnya dia sudah bersikap anti pati pada guru tadi. Dan tentunya hal
tersebut akan merugikan diri siswa itu sendiri.
Tetapi anehnya di hampir semua
sekolah ada saja guru yang dianggap killer
oleh siswanya, dari zaman kakak-kakak kita bahkan sampai sekarang. Guru killer
memang guru yang tidak ada matinya, tidak lekang dimakan zaman. Dan meskipun
banyak yang tidak suka tapi ternyata banyak juga yang merasa kehilangan jika
sudah berpisah. Atau bisa juga dibilang guru killer adalah guru favorit dambaan siswa di bawah alam sadar mereka.
Sedangkan kemungkinan, apakah guru killer termasuk guru professional
? terlebih dahulu harus ditinjau dari
penjelasan mengenai yang dimaksud dengan guru professional berikut ini
Guru Profesional
Menurut Poedjinoegroho E, Baskoro
dalam artikelnya yang berjudul Guru
Profesional Adakah ?, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan guru
professional yaitu, guru yang mengenal bahwa dirinya adalah pribadi yang
dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Dalam hal ini
guru dituntut untuk mencari tahu terus menerus bagaimana seharusnya peserta
didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil
untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan
peserta didik bukan mendiamkan atau malahan menyalahkannya. Selain itu
disebutkan juga kalau sekolah merupakan medan
belajar, yaitu medan
yang menyenangkan bukan menyiksa apalagi mengancam dan persoalan belajar adalah
persoalan hati dan budi. Bisa kita artikan bahwa antara guru dan peserta didik
ada rasa saling memiliki, saling bertanggung jawab, saling menghargai, saling
menghormati, dan saling mendukung, seperti hubungan orang tua dan anak.
Sedangkan menurut Surakhmad,
Winarno dalam artikel Profesionalisme
Dunia Pendidikan, disebutkan bahwa guru itu sudah sebuah profesi. Sebagai
profesi diperlukan berbagai syarat dan hal itu tidak begitu sukar dipahami, dan
dipenuhi, kalau saja setiap guru memahami dengan benar apa yang harus
dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimana ia dapat
melakukannya dengan sebaik mungkin sesuai dengan pertimbangan yang terbaik.
Maksudnya seorang guru bisa disebut professional dia tahu apa, mengapa, dan
bagaimana menjadi professional dan semakin professional.
Selain itu, kriteria guru
professional berdasarkan UU Guru ( UU RI No.14 Tahun 2005 ) dan UU Sisdiknas
No.20 Tahun 2003 adalah bagi mereka ( para guru ) yang memiliki empat macam
kompetensi, antara lain : Kompetensi
Pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik secara
efektif dan efisien, mengenal dan memahami anak didik, menguasai pembelajaran
strategi belajar mengajar dan evaluasi; Kompetensi
Profesional, menguasai materi dan bidang studi beserta pengembangannya (
penelitian/eksperimen ); Kompetensi
Personal, pengembangan diri/pribadi ( penguasaan IPTEK, bahasa, dll ); Kompetensi Sosial, mampu berinteraksi
secara baik dengan yang berkaitan mengenai keprofesionalan dan personal, sesame
guru, warga sekolah, masyarakat.
Jadi jika dilihat dari penjelasan
di atas baik mengenai pengertian maupun kriteria/ciri-ciri dari guru
professional, maka sebenarnya guru killer belum bisa disebut sebagai guru
professional. Masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki untuk menjadi
seorang guru yang benar-benar professional. Seperti telah disebutkan sebelumnya
bahwa antara guru dan siswa hendaknya terjalin hubungan yang baik. Ketika siswa
merasa kesulitan dalam belajar, akan jauh lebih baik jika tanpa dimintai tolong
guru segera tanggap untuk bertanya apa kesulitan siswa tadi. Tapi mungkin hal
ini cukup sulit untuk dilakukan , karena guru yang bersangkutan harus
benar-benar mampu membaca ekspresi wajah dari siswa. Tetapi paling
tidak/minimal ketika guru dimintai tolong siswanya dalam hal pelajaran
khususnya, baik di dalam maupun di luar jam pelajaran dan selama itu tidak
mengganggu, hendaknya guru senantiasa membantu dengan senang hati. Dengan
begitu guru akan menjadi lebih dekat dan lebih mampu memahami siswanya (
termasuk kompetensi Pedagogik ). Dan hal tersebut belum bisa diterapkan oleh
guru killer. Termasuk juga pengertian
bahwa sekolah merupakan medan
belajar yang menyenangkan bukan menyiksa apalagi mengancam. Seandainya ada guru
killer di sekolah meskipun hanya satu orang, maka siswa yang “ beruntung “ di
ajar oleh guru tadi kemungkinan akan beranggapan bahwa sekolah bukanlah medan belajar yang
menyenangkan, tetapi menyiksa dan mengancam.
Tetapi pada dasarnya sudah cukup banyak
prinsip/kepribadian dari seorang guru killer
yang sudah sesuai dengan guru professional seperti sikap yang disiplin dan
tegas dalam segala hal. Apalagi kebanyakan guru killer adalah mereka yang sudah berprofesi sebagai guru sejak lama,
puluhan tahun. Mereka sudah banyak makan asam garam dan pahit manis kehidupan
selama berprofesi sebagai guru Tetapi
mungkin “awal perkenalannya“ pada siswa yang agak salah. Bisa saja mereka
menganggap anak sekarang sama dengan anak zaman dahulu, padahal tidak seperti
itu kenyataannya. Seorang guru professional bukan hanya dituntut kedisiplinan
dan ketegasan dalam mengajar, tetapi juga pengertian/pemahaman pada peserta
didik. Sehingga nantinya diharapkan seorang guru tidak hanya menguasai materi
bidang studinya tetapi juga menguasai dan memahami peserta didiknya, maka
penguasaan strategi belajar mengajarnyapun akan lebih baik dan pada akhirnya
akan berdampak pada prestasi siswa bahkan dirinya sendiri sebagai seorang guru.
Untuk mencapai itu semua dibutuhkan pengorbanan dan usaha yang cukup besar dari
seorang guru, apalagi bagi mereka yang termasuk guru killer. Karena mereka, guru killer,
cenderung keras kepala karena merasa “ lebih “ jika dibandingkan dengan yang
lain (biasanya dialami guru killer golongan tua), sedangkan untuk guru yang
terhitung masih baru tapi mengimagekan
diri menjadi sosok guru killer biasanya mereka merasa lebih berwibawa (
ditakuti siswa ) jika berpredikat seperti itu. Oleh karena itu, mereka harus
rela menyingkirkan ego yang hanya akan berdampak tidak baik bagi diri mereka
sendiri maupun anak didiknya.
Kesimpulannya, akan jauh lebih
baik menjadi guru professional yang “sebenarnya“ yaitu guru yang serba bisa (
fleksibel ), selain disiplin, tegas, tetapi juga pengertian dan dekat dengan
anak didiknya. Seorang guru yang benar-benar mampu menempatkan dirinya dengan
baik sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Maka guru seperti itulah yang
akan selalu diingat oleh anak didik/siswa ( guru yang tidak lekang oleh waktu ),
tentunya dengan memori yang positif ( baik hati, berwibawa, menyenangkan, dll
), bukan seorang guru yang diingat karena predikat/julukan yang diberikan anak
didiknya ( guru killer, guru baik
hati, guru centil, dll ). Beruntung jika predikat/julukan mereka baik, tetapi
bagaimana dengan guru yang mendapat julukan jelek ?. Maka dari itu sebagai
seorang guru atau mungkin yang masih calon guru, berusahalah menjadi guru
professional yang didambakan siswa. Jangan berdasarkan pikiran/pendapat pribadi
karena nantinya hanya akan bisa meraba-raba/membayangkan suatu kriteria yang
belum tentu benar. Tetapi jadilah guru professional yang sesuai kenyataan.
(dari berbagai sumber n pikiran sendiri #2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar